Beranda | Artikel
Belajar Bisnis dari Penjual Koran
Senin, 1 Mei 2017

Bekerja keras untuk membahagiakan keluarga adalah jalan menuju Allah. Menebar salam merupakan salah satu perbuatan yang memudahkan kita masuk surga.

Prof. Dr. M. Suyanto, M.M.
(Ketua STMIK Amikom Yogyakarta, direktur & komisaris berbagai perusahaan dan penulis buku-buku motivasi dan kewirausahaan)

Telah lebih dari 10 tahun saya berlangganan koran, dan pria itulah yang mengantarkannya ke rumah saya. Kulitnya menghitam akibat tersengat cahaya matahari, meski ia menutupi tubuhnya dengan jaket hitam lusuh dan topi. Parfumnya butiran keringat. Lelehan keringat di wajahnya seperti orang yang habis menangis sejadi-jadinya. Tangan kanan pria itu tidak berjari – menurut saya, itu hiasan dari Tuhan. Mulai banyak uban di kepalanya. Saya melihat ia tersenyum kepada setiap orang yang ditemui. Wajahnya yang menua menyiratkan seorang pekerja keras dan petarung pantang putus asa. Inilah pelajaran pertama dari seorang penjual koran.

Kita? Kita takut bersentuhan dengan sinar matahari karena khawatir kulit mulus kita tidak lagi putih, dengan berlindung di dalam mobil mewah dan pakaian mahal. Parfum produk Perancis yang mahal. Bau tetap menempel di pakaian meski sudah dicuci. Nafas longgar, tanpa tenaga karena ke mana-mana diantar sopir dan mobil anti-mogok. Kita diberi wajah tampan dan anggota badan lengkap. Keluarga pun menawan. Tapi kita mahal senyum. Suka merendahkan orang lain. Kita petarung yang mudah menyerah dan putus asa hanya karena masalah sepele. Bekerja penuh tekanan dan kurang bersyukur atas nikmat Tuhan yang melimpah.

Fisik yang tidak sempurna tidak mengurangi kegigihan pria penjual koran itu mencari nafkah. Ia menjalani pekerjaannya dengan sukaria, dalam rangka bertanggung jawab kepada istri, anak dan masa depannya. Memberi teladan kepada keluarganya. Berharap anak-anaknya memperoleh pendidikan tinggi, tidak seperti dirinya. Ia ingin melihat anaknya dapat menyongsong masa depan dengan bahagia. Kerja kerasya mulai membuahkan hasil. Dulu, ia mengayuh sepeda tua untuk menyampaikan koran ke pelanggan setianya. Ia kini telah mampu membeli sepeda motor agar dapat mengantar koran lebih awal.

Ia ingin membahagiakan keluarganya, terutama anaknya yang masih kecil. Suatu hari, ia hendak mengurus surat kendaraannya. Tapi anaknya yang masih TK itu merengek. “Aku mau ikut, Pak?” kata anaknya. “Di rumah saja sama ibu, ya?” katanya. “Aku mau ikut, Pak,” teriak sang anak. Penjual koran itu membujuk agar anaknya mau tinggal di rumah bersama ibunya. Ketika anaknya tidak lagi merengek, ia bergegas menuju tujuan. Ia bergegas pulang hanya untuk membonceng anaknya yang masih TK itu berkeliling kampung. Lalu ia mengantar koran ke pelanggannya. Tiba kembali di rumah, ia terkejut mendengar kabar anaknya yang paling kecil dipanggil menghadap Tuhan. Ia menangis meratapi kepergian anak yang sedang lucu-lucunya, manis yang selama ini menjadi penyejuk hati dan pengobat kejenuhan setelah seharian berjualan koran. Ia ikhlas, Sang Pemilik memanggil anaknya dan berkehendak meletakkan di sisi-Nya, di tempat terbaik sebagai titipan surga untuk ayah-ibunya. Di surga, kelak, sang anak memanggil ayah dan ibunya untuk bergabung bersamanya.

Thabrani meriwayatkan dengan status shahih lighairih bahwa pada suatu ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang duduk dengan para sahabatnya suatu pagi. Tampaklah seorang yang terlihat muda dan amat kuat lagi perkasa bekerja penuh semangat. Para sahabat berkata, “Kasihan sekali orang itu. Andaikata kemudaan serta kekuatannya untuk sabilillah (jalan Allah), alangkah baiknya.” Mendengar ucapan seorang sahabatnya, beliau bersabda, “Janganlah kamu sekalian mengatakan sedemikian itu/ Sebab orang itu kalau keluar dari rumah untuk bekerja guna mengusahakan kehidupan anaknya yang masih kecil, maka ia telah berusaha untuk sabilillah. Jika ia bekerja itu untuk dirinya sendiri agar tidak sampai meminta-minta kepada orang lain, itu pun untuk sabilillah. Tetapi apabila bekerja karena untuk berpamer atau untuk bermegah-megahan, maka itu untuk sabilisy syaithan atau mengikuti jalan setan. Pelajaran kedua dari penjual Koran: kerja keras untuk membahagiakan keluarga adalah jalan menuju Allah.

Bersepeda motor, pria penjual koran itu berhenti di depan rumah saya. Klek. Saya mendengar bunyi standar sepeda motornya. Ia menyampaikan koran pesanan kami dan memberikan koran lain sebagai bonus. Keluarga saya selalu diberi koran tambahan: pesan satu dapat dua, seperti iklan toko yang sedang promosi atau iklan perusahaan di televisi. Itulah kejutan penjual koran kepada kami, karena istri saya selalu memberi uang lebih untuk harga koran langgananya. Tujuannya agar pria itu tetap bersemangat. Ia selalu selalu meletakkan koran di kursi atau meja teras. Tidak seperti penjual koran lain yang melempar koran sehingga berhamburan di lantai.

Pelayanan yang luar biasa adalah salah satu strategi penjual koran dengan menyediakan waktu lebih untuk pelanggannya. Hanya sekitar ½ menit per pelanggan. Dimulai dengan memarkir sepeda motor, lalu mengambil koran, berjalan menuju rumah pelanggan, meletakkan koran di atas meja atau kursi. Pria itu memiliki sekitar 200 pelanggan setia, sehingga ia perlu menambahkan waktu sekitar 1,5 jam setiap hari dibandingkan penjual koran lain. Ia rela bekerja lebih lama dibandingkan pesaingnya. Hal ini menunjukkan kinerja yang melampaui zona toleransi pelanggan dan menambah nilai yang tinggi terhadap pelanggannya.

Penjual koran itu tidak hanya memuaskan pelanggannya. Tetapi terkadang bertindak melampaui kepuasan pelanggan, dengan mengejutkan dan menyenangkan pelanggan. Strategi ini biasa digunakan untuk melebihi harapan pelanggan, dengan memberikan ucapan “terima kasih” dan hadiah langsung ke pelanggan yang loyal. Spontanitas merupakan hal terbaik. Pelanggan merasa terkesan apabila namanya dikenali. Hal itu pula yang dilakukan pria penjual koran itu, dengan mengenali nama-nama pelanggannya. Termasuk nama saya.

Kejutan yang dilakukannya kepada saya terjadi suatu hari ketika libur. Ia datang ke rumah saya hanya untuk memberi koran satu-satunya yang terbit pada hari itu, padahal saya tidak berlangganan koran itu. Dengan senyum manis, ia mengucapkan salam dan berkata, “Ini Pak, korannya.” Saya menjawab salamnya dan terima korannya dan berucap terima kasih. Meskipun hal kecil, tetapi inilah yang membuat perbedaan besar. Strategi ini menunjukkan bahwa pelanggan merasa dihargai, sehingga dapat mengubah pelanggan yang sekadar puas menjadi pelanggan dengan kepuasan total. Dalam riwayat dari Abu Dzarr Raadhiyallahu ‘anhu, dia berkata, “Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda: ‘Janganlah kamu meremehkan kebaikan sedikit pun, walaupun sikapmu dengan muka manis terhadap saudaramu.’”

Penjual koran itu juga selalu mengucapkan, “Assallamu ’alaikum, Pak.” Saya jawab, “Wa ‘alaikum salam – kadang lebih lengkap, “Wa ’alaikum sallam warahmatullahi wa barakatuh. Terima kasih, Pak.” “Apabila kamu dihormati dengan suatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik, atau balaslah (dengan yang serupa). Sesungguhnya Allah memperhitungkan segala sesuatu.” (QS An-Nisa’: 86)

Salam pertama kali diajarkan oleh Nabi Adam ‘Alaihis sallam. Diriwayatkan oleh Tirmizi – derajatnya hasan shahih – dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah  Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,  “Ketika Allah menciptakan Adam, lalu Allah meniup ruh ke dalamnya, Adam lalu bersin, kemudian ia berkata, ‘Segala puji bagi Allah.’ Dia pun membaca tahmid dengan izin Allah. Lalu Tuhannya berfirman kepadanya, ‘Allah menyayangimu, wahai Adam”. Pergilah kepada malaikat itu dan ucapkan kepada mereka ‘Semoga keselamatan bagimu’,  lalu mereka menjawab, ‘Dan bagimu keselamatan dan rahmat Allah’,  lalu Adam kembali kepada Tuhannya. Tuhannya berfirman, ‘Sesungguhnya itu adalah salam penghormatan bagimu dan anak keturunanmu di antara mereka.’”

Menebarkan salam, baik yang menyampaikan maupun yang menjawabnya, adalah perbuatan terpuji. Menebarkan salam menjadikan kita selamat dan mempunyai kedudukan tinggi. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda. “Sebarkanlah salam, kalian akan selamat.” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, “Sebarkanlah salam agar kalian menjadi tinggi.”

Menebarkan salam juga akan menjadikan kita saling mencintai. Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Demi yang jiwaku berada di tangan-Nya, kalian tidak akan masuk surga hingga kalian beriman dan kalian tidak beriman hingga kalian saling mencintai, maukah kalian aku tunjukkan kepadamu sesuatu jika kalian melaksanaknnya kalian akan mencintai?Sebarkannlah salam di antara kalian.” (HR. Muslim)

Menebar salam merupakan salah satu perbuatan yang memudahkan kita masuk surga. Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sebarkanlah salam, berilah makan, sambunglah tali silaturahim, dirikanlah sholat pada saat malam ketika orang-orang sedang terlelap dalam tidurnya, niscaya masuklah kalian ke surga dengan selamat.” (PM)

Dukung Yufid dengan menjadi SPONSOR dan DONATUR.

  • SPONSOR hubungi: 081 326 333 328
  • DONASI hubungi: 087 882 888 727
  • REKENING DONASI : BNI SYARIAH 0381346658 / BANK SYARIAH MANDIRI 7086882242 a.n. YAYASAN YUFID NETWORK

Artikel asli: https://pengusahamuslim.com/5926-belajar-bisnis-dari-penjual-koran.html